Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

TEORI EKONOMI DAN KEBAHAGIAAN

Written By Dr.Drs.Ec. GAZALI, MM on Kamis, 27 Agustus 2015 | 06.03


Jurnal ilmiah terkenal dunia, Science, volume 319, yang diterbitkan pada tanggal 21 Maret 2008, memuat sebuah karya yang menjungkirbalikkan kepercayaan kosong yang diajarkan turun menurun kepada kita. Judul tulisan itu berbunyi, “Spending Money on Others Promotes Happiness.” Dikatakan bahwa memenangkan sebuah undian atau kuis miliaran rupiah mungkin disebut sebagai kondisi atau simbol kebahagiaan kepada seseorang; akan tetapi temuan dalam tulisan ini menunjukkan bahwa tidak penting seberapa banyak uang yang kita punya, kita tidak akan bahagia sampai kita tahu cara membelanjakannya.
Memang, tiga tahun sebelumnya timbul pertanyaan di kalangan pakar ekonomi kenapa kondisi Amerika yang semakin melimpah dengan harta benda tidak mampu membuat orang-orangnya menjadi bahagia. Seolah-olah hubungan antara kekayaan dan kebahagiaan itu tidak pernah ada seperti yang dijanjikan teori-teori ekonomi. Elizabeth Dunn, seorang pakar psikologi sosial, seperti ingin menemukan jawabannya dengan menggagas penelitian ini. Dunn ingin sekali menemukan jenis pembelanjaan uang macam apa yang mampu membuat orang jadi bahagia.
Bersama rekannya, Dunn kemudian meneliti 109 mahasiswa di universitasnya. Sebanyak 63 orang ia berikan uang sejumlah 20 atau 5 dolar. Tidak membingungkan ketika pada awalnya mayoritas mahasiswa berkata lebih suka memiliki uang 20 dolar ketimbang 5 dolar. Tidak heran lagi ketika rata-rata mereka mengaku akan membelanjakannya untuk kepentingan diri sendiri. Namun, pada 46 orang objek penelitiannya yang lain, Dunn dan timnya tidak membiarkan uang-uang yang diberikan dibelanjakan sebebasnya. Dia meminta agar amplop-amplop berisi uang 5 dolar atau 20 dolar itu dibelanjakan untuk orang lain.
Di akhir penelitiannya, luar biasanya, terbukti mahasiswa yang membelanjakan uangnya untuk orang lain jauh lebih bahagia ketimbang mereka yang menggunakan uang untuk kesenangan pribadi. Hal yang sama kembali terjadi ketika sampel penelitian Dunn tidak lagi berstatus mahasiswa, melainkan karyawan-karyawan di sebuah perusahaan di Boston. Dikatakan bahwa sebelum dan sesudah penelitian, mereka telah mendapatkan bonus dengan jumlah yang variarif. Dunn dan timnya juga mengumpulkan data gaji, pengeluaran, dan tingkat kebahagiaan dari 632 orang di seantero Amerika Serikat. 
Ketika dikomparasikan, menariknya, di antara dua kelompok karyawan itu, kebahagiaan justru lebih kuat hubungannya dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk orang lain ketimbang jumlah bonus atau gaji yang mereka terima. Dunn berkata, “Hasil temuan ini membenarkan dugaan kami lebih kuat daripada yang berani kami impikan. Pengaruh membelanjakan uang demi kebaikan orang lain mungkin mirip olah raga yang memiliki pengaruh seketika maupun dampak jangka panjang. Satu kali memberi mungkin menjadikan seseorang bahagia dalam sehari, tapi ketika kebiasaan memberi ini menjadi sebuah cara hidup, dampak kebahagiaan itu bisa menjadi sangat lama.”
Sehingga, berdasarkan hasil ini, tidak berlebihan ketika Dunn berharap bahwa hasil penelitiannya bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan, dalam menganjurkan sikap kedermawanan pada orang lain. Menurutnya, hal ini dapat menciptakan warga negara Amerika yang suka memberikan kelebihan mereka untuk orang yang kekurangan, sehingga pertambahan kekayaan seiring dengan meningkatnya kebahagiaan.
Mengomentari hasil penelitian Dunn, pakar ekonomi Andrew Oswald dari University of Warwick, Inggris, berujar bahwa hal ini akan mengagetkan mayoritas pakar ekonomi—karena sudah lama sekali mereka percaya membelanjakan uang untuk diri sendirilah hal yang paling membahagiakan bagi seseorang. “Ini adalah hasil temuan yang membuat penasaran yang tidak akan Anda temukan di 101 buku pelajaran Ekonomi,” kata Oswald. [Fatih Zam/Mizanmag/Science]
06.03 | 0 komentar

Total Tayangan Halaman

DUNIA DALAM BERITA

Berita